Custom Search

A Friend For A Friend . . .

A Friend For A Friend...



Have a Lovely Good Day Friend























































































Sumber :
Dr. Leo Marcelinus Handoko, SpKJ, MSc
Psychiatrist & Consultant of Nerve Revitalization

[+/-] Selengkapnya...

Inilah Kota Tertua Di dunia yang Berada Di Bawah Laut

Para geo-arkeologi laut kembali membuat prestasi besar dengan keberhasilannya mengungkap keberadaan kota kuno yang terendam di bawah laut. Kota bernama Pavlopetri di Yunani ini diperkirakan eksis pada jaman perunggu yakni 5000-6000 tahun lalu atau 12000 tahun lebih awal dari yang diperkirakan semula. Yang menarik, jejak keberadaan kota yang tenggelam 4-5 meter di bawah laut ini masih terlihat jelas, termasuk runtuhan bangunan serta benda-benda peninggalannya seperti tembikar, keramik, dll.

Para ahli memperkirakan, inilah kota bawah laut tertua di dunia yang berhasil ditemukan. "Diperkirakan kota yang tenggelam ini adalah kota pelabuhan. Hal ini ditandai dari bangkai kapal yang berada di dekatnya. Penemuan keramik zaman neolitikum, merupakan suatu yang luar biasa. Kota ini dulunya adalah tempat perdagangan barang dan jasa yang maju," ujar.Geo-arkeologi laut Dr Nic Flemming dari National Oceanography Centre, Southampton.

Pavlopetri terletak di kedalaman 3 - 4 meter di bawah air tidak jauh dari pantai berpasir selatan Laconia.



Kotanya masih sangat lengkap. Bangunan rumah, jalan, halaman, gedung peribadahan, kuburan, semuanya sudah dipetakan menggunakan perlengkapan 3-D digital yang paling mutakhir.

Pavlopetri dulunya diperkirakan berasal dari periode Mycenaean (sekitar 1680-1180 SM), dari masa sejarah Yunani Kuno yang kaya akan kesusasteraan dan mitos. Dari benda-benda tembikar Neolitis yang baru saja ditemukan menunjukkan tempat ini mungkin telah ditempati sejak sedikitnya 2800 SM. Dengan mempelajari tempat bahari penting ini, peneliti berharap untuk dapat lebih mengerti tentang peninggalan dari masyarakat Yunani Zaman Perunggu.



Proyek pengungkapan kota ini dilaksanakan oleh suatu tim multidisipliner, termasuk Dr Flemming, yang dipimpin oleh Mr Elias Spondylis, Ephorate dari Underwater Antiquities dari Kementerian Kebudayaan Hellenic di Yunani dan Dr Jon Henderson, seorang arkeolog bawah air dari Departemen Arkeologi di Universitas Nottingham.

Kota kuno bawah air ini pertama kali ditemukan pada tahun 1967 oleh Flemming, kemudian di National Institute of Oceanography. Ia dulu memperkirakan kota itu berasal pada jaman perunggu 2000 BC. Flemming kemudian bergabung dengan tim dari Cambridge University pada1968, untuk melakukan penelitian.

Hasilnya diterbitkan oleh The British School di Athena pada tahun 1969, namun setelah itu tidak ada tindak lanjutnya. Penelitian itu ‘stag' selama 40 tahun, Sejak itu tidak ada lagi peneliti yang masuk ke sana untuk mengungkap misteri kota kuno itu. Tahun 70-an Flemming bergabung dengan arkeolog dari University of Nottingham dan Ephorate dari Underwater Antiquities dari Kementerian Kebudayaan Hellenic, kembali memulai penelitian pada situs kuno itu.



"Apa yang kami temukan di sini adalah sesuatu yang dua atau bahkan tiga ribu tahun lebih tua daripada sebagian besar kota terendam yang telah dipelajari," kata Flemming: "Dan uniknya, kami memiliki rencana kota yang lengkap, utama jalan-jalan dan semua bangunan domestik. Kita dapat mempelajari bagaimana itu digunakan sebagai pelabuhan, di mana kapal-kapal datang dan bagaimana perdagangan dikelola. " jelasnya.

Dr. Jon Henderson, seorang arkeolog dari Universitas Nottingham, bergabung memimpin penelitian dengan Elias Spondylis dari Benda Purbakala Bawah Air Ephorate bagian dari Kementrian Kebudayaan Hellenic di Yunani. Dr. Henderson adalah arkeolog pertama dalam 40 tahun yang mendapat surat izin resmi dari pemerintah Yunani untuk bekerja di sana.



"Hal ini sangat menggairahkan. Saya pernah membaca tentang situs ini ketika saya masih muda dan sulit dipercaya bahwa saya bukan hanya menyelam di sana tetapi juga berkesempatan untuk mengerjakannya. Kemudian kami menemukan sekitar 9.000 meter persegi gedung baru yang baru-baru ini tampak karena pergerakan di pasir, sungguh luar biasa," kata Dr. Henderson.









[+/-] Selengkapnya...

Membuat Perjalanan Udara Lebih Nyaman

Pilots in a flight simulator


Membuat Perjalanan Udara Lebih Nyaman


San  Francisco runway simulation
Simulated takeoff from San Francisco
and flight over New York City

New York City simulation


Flight simulator
Flight simulator, Denver, Colorado



SANG kapten mendorong tuas pengatur kecepatan ke depan, dan kopilot menyatakan telah menerima izin terbang dari pengontrol lalu lintas udara. Sambil duduk di belakang pilot sebagai pengamat kokpit, jantung saya berdegup seraya mesin jet mulai menderu. Tubuh saya tertekan pada tempat duduk seraya pesawat Boeing 747—”si burung besi” yang dikendalikan pilot itu—melaju kencang. Kemudian, dengan amat mulus, kami lepas landas, dan Landasan Pacu No. 34 di Bandara Internasional New Tokyo tertinggal semakin jauh di bawah kami.

Bahaya di Udara!

Beberapa saat kemudian, kami mendengar letupan keras, dan pesawat mulai berguncang dan oleng tak terkendali. Suara yang memekakkan telinga memenuhi kokpit. Itu suara bel alarm! Sejumlah lampu peringatan berwarna merah dan kuning menyala di panel instrumen seraya kopilot mencoba meluruskan arah pesawat.
”Mesin nomor tiga terbakar!” seru sang kapten sambil menekan tombol yang menghentikan bunyi alarm. ”Tidak ada putaran, tekanan oli, dan hidrolik nomor tiga,” kata kopilot. ”Mundurkan tuas mesin nomor tiga. Tutup aliran bahan bakar nomor tiga. Nomor tiga rusak.” Setelah tiap-tiap perintah diserukan, salah seorang pilot melakukan tindakan yang sepatutnya lalu dipastikan oleh pilot satunya lagi. Dengan gerakan yang seolah-olah sudah diarahkan, mereka mengatasi situasi itu bersama-sama. Saya kagum melihat mereka tetap tenang namun bertindak dengan penuh keyakinan untuk mengendalikan situasi itu.

Selanjutnya, kopilot menghubungi pengontrol lalu lintas udara lewat radio, memohon izin pendaratan darurat dan meminta agar perlengkapan darurat disiapkan. Ia lantas memberi tahu awak kabin agar mempersiapkan penumpang untuk pendaratan darurat.

Seraya kru melakukan apa yang tertera pada daftar periksa darurat mereka, saya mencoba mengusap keringat dari alis saya sambil berpegang erat-erat pada tempat duduk! Saya lega sekali sewaktu pesawat itu mendarat dengan mulus. Saya juga merasa sedikit geli karena terlalu takut. Sebenarnya, pengalaman di atas bukan sungguhan. Saya tidak sedang terbang di atas Jepang. Saya sedang duduk di simulator penerbangan yang canggih (mirip dengan yang diperlihatkan di atas) di Pusat Penerbangan United Airlines, di Denver, Kolorado, AS. Kru penerbangan itu hanya menjalani latihan. Bagi saya—seorang veteran dalam simulator penerbangan di komputer pribadi—ini adalah pengalaman yang mengasyikkan.


Simulasi demi Keamanan


Skenario serupa dilakukan ratusan kali setiap hari oleh kru penerbangan dalam simulator seperti ini. Mengapa? Untuk pelatihan mereka dan demi keamanan masyarakat yang mengadakan perjalanan—keamanan Anda. Tetapi, mengapa pelatihan demikian dilakukan dalam simulator dan bukannya dalam pesawat sungguhan? Ada banyak alasan, namun sebelum kita membahasnya, pertama-tama marilah kita melihat perkembangan simulasi penerbangan.

Selama perang dunia pertama dan kedua, sekolah-sekolah yang menggunakan simulator penerbangan sederhana didirikan untuk memenuhi meningkatnya permintaan akan pilot-pilot yang memenuhi syarat. Pada akhir tahun 1960-an, simulasi penerbangan mengalami kemajuan pesat seraya simulator menjadi semakin riil. Bahkan, mulai ada tiruan detail-detail yang lebih kecil, seperti simulasi pesawat menurut bobotnya dan banyaknya bahan bakar yang dibawa. Faktor-faktor seperti itu mempengaruhi pengendaliannya. Kemudian, selama terbang, bahan bakar digunakan dan karakteristik terbang pesawat pun berubah. Kemajuan di bidang elektronik dan komputer telah memungkinkan adanya simulasi ini dan banyak kondisi lainnya.

Tujuannya adalah membuat simulator yang dapat meniru penerbangan nyata semirip mungkin. Untuk tujuan ini, simulator modern mempunyai penyangga hidraulis yang besar dan kuat sehingga dapat bergerak ke enam arah. Sistemnya ditenagai pompa-pompa besar hidraulis yang dapat sewaktu-waktu membuat kru penerbangan merasakan gerakan yang menghasilkan gaya dari +1 sampai –1 g.
Dengan menyesuaikan kontrolnya, pilot dapat merasakan hasilnya seketika itu juga—seperti yang akan mereka rasakan dalam sebuah pesawat terbang. Percepatan, perlambatan, gulingan, anggukan, pendaratan di landasan dan tingkat kekasaran permukaan, serta kondisi cuaca, semuanya tidak hanya dirasakan oleh telinga bagian dalam, tetapi juga seluruh tubuh sang pilot.

Kemajuan lain yang telah dicapai adalah penggunaan sistem visual ciptaan komputer yang menggambarkan bandara-bandara dunia secara spesifik dan medan di sekitarnya. Gambar nyata ini diproyeksikan ke layar yang mengelilingi bagian depan kokpit simulator. Sudut gambar ini mencapai 180 derajat lebarnya dan 40 derajat tingginya. Simulator memungkinkan pilot ”terbang” dalam segala kondisi cuaca—salju, hujan, kilat, hujan es, serta kabut—dan pada siang hari, senja, atau malam hari.
Mengunjungi Sebuah Simulator

Simulator yang saya kunjungi memiliki sebuah jembatan metal yang melintas sepanjang 6 meter antara ”daratan” dan sebuah kotak putih tanpa jendela di atas sebuah panggung besar yang dapat bergerak. Peralatan itu tampak seperti pesawat pendarat di bulan atau seekor laba-laba raksasa.

Di dalam, Anda merasa seolah-olah baru memasuki kokpit pesawat terbang sungguhan. Anda melihat semua tombol, lampu indikator, indikator, saklar, dan tuas yang diatur persis seperti di dalam pesawat yang ditirunya. Terry Bansept, seorang teknisi simulator penerbangan yang menjadi pemandu tur saya, mengatakan bahwa banyak dari panel serta instrumen ini adalah suku cadang dari pesawat sungguhan.
Terry menjelaskan bahwa simulator-simulator penerbangan telah berkembang menjadi tiruan yang persis sama seperti kokpit berbagai model pesawat terbang dalam hal ukuran dan fungsinya. Seraya penggunaan simulasi penerbangan meningkat, masyarakat penerbangan telah mendapati bahwa simulator menyediakan pelatihan penerbangan bermutu tinggi. Selain mengajar pilot untuk terbang, instruksi yang disimulasikan juga mencakup pelatihan untuk prosedur darurat.

Jika sebuah simulator memenuhi standar keakuratan tertentu, pilot bahkan dapat mencatat waktu yang ia gunakan, seperti yang akan ia lakukan kalau sedang terbang menggunakan pesawat sungguhan. Dalam kondisi-kondisi tertentu, hampir seluruh pelatihan dan pengujian bagi pilot dapat dilakukan dalam sebuah simulator.


Manfaat Simulator


Simulator memiliki sejumlah kegunaan yang praktis. Dengan simulator, bahan bakar dan minyak pelumas dapat dihemat. Simulator juga mengurangi sibuknya lalu lintas udara, polusi suara dan udara, serta biaya pelatihan dan pengoperasian. ”Menabrakkan” simulator tidak menelan biaya apa pun, juga tidak ada yang terluka.
”Simulator dapat mengurangi jumlah kecelakaan dalam latihan,” kata Terry. ”Simulator menyediakan pelatihan untuk menangani keadaan darurat, seperti mesin terbakar, patah roda pendarat, pecah ban, kehilangan daya dorong secara total, cuaca yang amat buruk, angin putar, pembekuan, serta kehilangan jangkauan penglihatan.” Selain itu, pelatihan ekstensif mengenai sistem mekanis dapat diberikan, dan malfungsi atau kegagalan sistem dapat ditangani tanpa risiko terhadap pesawat terbang atau nyawa manusia.

Mengomentari hal ini, pilot kawakan, J. D. Whitlatch, mengomentari, ”Skenario yang kami gunakan di simulator mewakili 6 juta kemungkinan kombinasi peristiwa dan kondisi. Tidak mungkin kami dapat melatih kru penerbangan untuk pengalaman sebanyak itu dengan pesawat terbang sungguhan.”

Di Amerika Serikat, simulator itu sendiri diperiksa dengan saksama dan dinyatakan memenuhi syarat oleh Badan Penerbangan Federal (FAA), pilot penguji, dan para teknisi. Sebelum setiap hari latihan, para teknisi memperbaiki, memeriksa, dan ”menerbangkan” simulator mereka guna memastikan agar simulator ini benar-benar mirip dengan pesawat terbang. Bila pesawat sungguhan mengalami modifikasi, perubahan ini harus diterapkan juga pada simulatornya. Setiap enam bulan, wakil-wakil dari FAA ”menerbangkan” simulator untuk memastikan keakuratannya.


Belajar dari Tragedi di Masa Lalu


Dengan informasi pada perekam data penerbangan pesawat dan perekam suara kokpit yang diperoleh dari lokasi kecelakaan, para ahli mesin dapat memprogram simulator untuk menirukan kondisi dan malfungsi yang persis sama dengan yang sesungguhnya terjadi pada kecelakaan pesawat tertentu. Simulasi dan informasi ini kemudian dapat digunakan sebagai alat untuk membantu para penyelidik menentukan penyebab tiap-tiap kecelakaan. Selain itu, data demikian dapat turut mengajar pilot generasi mendatang caranya bereaksi terhadap problem yang tak terduga. Itu juga digunakan oleh pabrik pesawat dan suku cadang untuk menentukan caranya mendesain serta membuat pesawat dan suku cadang yang lebih baik di masa depan.

Jika hasil penyelidikan menyingkapkan bahwa gara-gara kesalahan pilot, telah atau nyaris terjadi kecelakaan, maka pelatihan dapat dilakukan sehingga kesalahan serupa dapat dihindari di masa depan. Lew Kosich, seorang pilot kawakan, berkata, ”Skenario yang kami tampilkan bukan bersifat fiksi; itu benar-benar terjadi.” Dalam upaya meningkatkan reaksi pilot, program latihan, dan yang terutama keselamatan umum, para pakar industri penerbangan terus-menerus mengevaluasi dan menciptakan situasi nyata serta mengkaji reaksi pilot terhadap hal-hal ini.

Sekarang, saya mencoba ”mendaratkan” ”Boeing 747” di ”Bandara Charles de Gaulle”—di bawah pengawasan cermat kopilot saya, Terry—dan berharap mendengar suara decitan manis tatkala roda menyentuh landasan. Aduh, kesalahan manuver membuat gambar pada layar simulator terhenti! Saya baru saja menabrakkan ”si burung besi” ke menara pengontrol lalu lintas udara!

Kita semua dapat benar-benar merasa lega karena para pilot yang menerbangkan pesawat penumpang memang sudah pakarnya—sebagian berkat simulator penerbangan. Kali lain Anda terbang, Anda dapat merasa yakin bahwa Anda dan sesama penumpang berada di tangan yang sangat terlatih.—Disumbangkan.


[Catatan Kaki]
Simbol g digunakan untuk mengukur gaya percepatan yang bekerja pada orang dalam kendaraan jenis apa pun. Gaya gravitasi bumi menghasilkan percepatan standar sebesar 1 g. Ketika seorang pilot mengerem pesawat agar tidak menukik, ia merasakan gaya ekstra yang menekan dia ke tempat duduknya. Jika gaya ini besarnya dua kali gravitasi, berarti besarnya 2 g.

[Gambar di hlm. 26]
Simulasi lepas landas dari San Francisco dan terbang di atas New York City

[Gambar di hlm. 26]
Simulator penerbangan, Denver, Kolorado



[Sumber : Awake! September 22, 2000 - Copyright 2006 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania. All rights reserved]


[+/-] Selengkapnya...

Template by : Kendhin x-template.blogspot.com