Custom Search

Penjara Dalam Krisis

A prisoner in his cell








Penjara dalam Krisis




”Mendirikan lebih banyak penjara untuk menuntaskan kejahatan sama saja dengan membangun lebih banyak kuburan untuk menuntaskan penyakit yang memautkan.”—ROBERT GANGI, PAKAR REHABILITASI.



DALAM dunia yang sering memperhalus istilah-istilah dalam realita, kata ”penjara”, yang kedengarannya buruk, disebut dengan istilah lain. Orang-orang lebih suka menggunakan istilah ”lembaga pemasyarakatan”, yang menyediakan ”pelatihan keterampilan” dan ”pelayanan sosial”. Namun, kalau kita melihat di balik itu, ternyata dewasa ini penjara sedang menghadapi masalah yang serius, seperti membubungnya biaya untuk mengurung para pelanggar hukum dan semakin tidak tercapainya tujuan dari pemenjaraan itu sendiri.

Beberapa orang meragukan keefektifan penjara. Mereka melihat bahwa meskipun jumlah narapidana di seluruh dunia telah meningkat hingga lebih dari delapan juta, angka kejahatan di banyak negeri tidak kunjung menurun. Selain itu, meskipun sejumlah besar narapidana dipenjarakan karena melakukan kejahatan yang melibatkan narkoba, ketersediaan barang maksiat itu di jalanan masih merupakan masalah yang sangat memprihatinkan.

Kendati demikian, banyak orang menganggap pemenjaraan sebagai hukuman yang tepat. Mereka merasa bahwa sewaktu si pelanggar hukum dipenjarakan, keadilan telah dijalankan. Seorang wartawati melukiskan antusiasme untuk memenjarakan para pelanggar hukum sebagai ”demam kurung-mereka” (lock-’em-up fever).

Ada empat alasan utama mengapa para pelanggar hukum dipenjarakan: (1) untuk menghukum mereka, (2) untuk melindungi masyarakat, (3) untuk mencegah kejahatan, dan (4) untuk merehabilitasi para pelanggar hukum, mengajar mereka agar taat hukum dan menjadi orang berguna bila mereka bebas nanti. Mari kita lihat apakah penjara telah mencapai tujuan-tujuan ini.




Apakah Solusinya Malah Turut Memperburuk Masalahnya?


”Merendahkan harga diri dan meruntuhkan moral narapidana adalah cara terburuk untuk mempersiapkan mereka menghadapi dunia luar.”—SEBUAH TAJUK RENCANA DI THE ATLANTA CONSTITUTION.



DALAM banyak kasus, penjara hanya bertindak sebagai alat pembatas gerak—untuk sementara. Sewaktu seorang narapidana dibebaskan, apakah ia sudah benar-benar menebus kejahatannya? Bagaimana dengan para korban atau sanak keluarga mereka? ”Sayalah ibu dari anak yang terbunuh,” ratap Rita sewaktu sang narapidana yang membunuh putranya yang berusia 16 tahun dibebaskan setelah menjalani hukuman hanya tiga tahun. ”Coba pikir. Apa-apaan ini?” Sebagaimana diperlihatkan dalam kasus Rita, tragedi sering kali tak kunjung hilang meskipun kasusnya sudah lama ditutup dan beritanya sudah tidak lagi dimuat di surat kabar.

Masalah ini bukan saja menjadi perhatian bagi orang-orang yang pernah menjadi korban kejahatan melainkan juga bagi semua orang lain. Lagi pula, entah narapidana yang dibebaskan sudah benar-benar terehabilitasi atau malah bertambah jahat akibat apa yang mereka alami di penjara berdampak langsung terhadap kedamaian pikiran Anda bahkan mungkin terhadap keselamatan Anda.

Sekolah bagi Pelanggar Hukum

Sistem penjara tidak selalu dapat sepenuhnya menekan perilaku kejahatan. ”Kalau uang digunakan untuk membangun lebih banyak sel penjara dan bukannya membangun kembali citra diri para narapidana, hal ini sering kali hanya akan mengakibatkan lebih banyak kejahatan—dan lebih buruk,” tulis Jill Smolowe dalam majalah Time. Peter, yang telah dipenjarakan selama 14 tahun, sependapat dengan pernyataan di atas. ”Kebanyakan rekan narapidana saya mulai dengan kejahatan kecil, kemudian meningkat ke kejahatan harta milik, dan akhirnya lulus dengan melakukan pelanggaran serius terhadap manusia lain,” katanya. ”Bagi mereka, penjara bagaikan sekolah kejuruan. Mereka akan lebih buruk sekeluarnya dari situ.”

Meskipun penjara mungkin untuk sementara menahan para kriminal agar tidak berkeliaran, tampaknya tidak banyak yang dicapai—kalau pun ada—untuk mencegah kejahatan dalam jangka panjang. Anak-anak dan para pemuda kota sering memandang pemenjaraan sebagai syarat menjadi pria. Sering kali, mereka akhirnya justru menjadi pelanggar hukum kelas berat. ”Penjara sama sekali tidak merehabilitasi para pelanggar hukum,” kata Larry, yang selama hidupnya sering keluar-masuk penjara. ”Orang-orang ini keluar dari penjara dan tetap saja melakukan hal yang sama lagi.”

Lingkaran setan ini mungkin menjelaskan mengapa, menurut sebuah penelitian di Amerika Serikat, 50 persen dari semua kejahatan serius dilakukan oleh sekitar 5 persen dari para kriminal. ”Sewaktu para narapidana tidak memiliki cara yang konstruktif untuk menggunakan waktu mereka,” kata majalah Time, ”mereka sering mengisi waktu dengan menimbun kejengkelan, belum lagi memikirkan teknik-teknik kejahatan, yang . . . akan mereka gunakan sekeluarnya dari penjara.”

Situasi ini bukan saja terjadi di Amerika Serikat. John Vatis, seorang dokter di penjara militer di Yunani, menyatakan, ”Penjara kami sangat efisien dalam menghasilkan orang-orang yang berbahaya, kejam, dan garang. Sewaktu dibebaskan, kebanyakan narapidana ingin membalas dendam kepada masyarakat.”

Kerugian Sosial

Krisis penjara rupanya juga berpengaruh terhadap keuangan Anda. Misalnya, diperkirakan bahwa di Amerika Serikat, pemerintah menggunakan uang dari para pembayar pajak kira-kira 21.000 dolar per tahun untuk setiap narapidana. Biayanya bisa mencapai tiga kali lipatnya untuk narapidana yang berusia di atas 60 tahun. Di banyak negeri, ada alasan-alasan lain lagi yang membuat keyakinan publik terhadap sistem penjara semakin pudar. Ada kekhawatiran mengenai pelanggar hukum yang dibebaskan sebelum waktunya dan juga pelanggar hukum yang sepenuhnya berhasil menghindari hukuman penjara karena pengacaranya yang lihai menemukan celah-celah hukum yang membebaskannya. Biasanya, korban tidak merasa cukup dilindungi dari pelanggar hukum yang sudah bebas, dan mungkin korban tidak bisa berbuat banyak dalam proses hukumnya.

Keprihatinan Publik Bertambah

Keyakinan publik terhadap sistem penjara tidak akan bertambah dengan adanya kondisi yang tidak manusiawi yang dialami para narapidana, sebagaimana digambarkan di kotak sisipan. Narapidana yang menderita perlakuan tidak adil sewaktu menjalani hukuman kemungkinan besar tidak akan bisa lagi direhabilitasi. Selain itu, sejumlah kelompok hak asasi manusia prihatin terhadap tidak proporsionalnya jumlah anggota kelompok minoritas yang dipenjarakan. Mereka meragukan apakah ini cuma kebetulan atau akibat diskriminasi ras.

Sebuah laporan Associated Press tahun 1998 menarik perhatian kepada para mantan narapidana Penjara Holmesburg, di Pennsylvania, AS, yang menuntut kompensasi karena telah digunakan sebagai kelinci percobaan dalam eksperimen kimia sewaktu di penjara. Dan, bagaimana dengan diperkenalkannya lagi penggunaan rantai untuk sekelompok narapidana di Amerika Serikat? Amnesty Internasional melaporkan, ”Sekelompok narapidana yang dirantai satu sama lain harus bekerja selama 10-12 jam di bawah terik matahari, dengan istirahat yang sangat singkat untuk minum, dan sejam untuk makan siang. . . . Fasilitas jamban satu-satunya yang tersedia bagi kelompok ini adalah sebuah pispot yang diletakkan di balik tirai penutup seadanya. Para narapidana tetap dirantai satu sama lain sewaktu mereka menggunakan fasilitas ini. Jika tidak ada pispot, narapidana dipaksa untuk berjongkok di tanah di depan banyak orang.” Memang, tidak semua penjara beroperasi seperti itu. Meskipun demikian, perlakukan yang tidak manusiawi membuat para narapidana maupun orang-orang yang membuat mereka dihukum seperti itu menjadi tidak berperikemanusiaan.

Apakah Masyarakat Mendapat Manfaat?

Memang, sebagian besar masyarakat merasa lebih aman kalau para penjahat berbahaya dipenjarakan. Kelompok masyarakat lain menyukai penjara karena alasan-alasan lain. Sewaktu sebuah penjara di kota kecil Cooma di Australia hendak ditutup, orang-orang protes. Mengapa? Karena penjara itu menyediakan lahan pekerjaan bagi masyarakat yang sedang mengalami masalah ekonomi ini.

Belakangan ini, pemerintah telah menjual penjara-penjara mereka ke perusahaan swasta sebagai tindakan penghematan. Sayangnya, semakin banyak penjara dan semakin lama masa hukumannya berarti bisnis semakin untung. Dengan demikian, keadilan dapat bercampur aduk dengan komersialisme.

Akhirnya, pertanyaan yang mendasar masih ada: Apakah penjara dapat merehabilitasi para pelanggar hukum? Meskipun jawabannya sering kali negatif, Anda akan terkejut mengetahui bahwa ada narapidana-narapidana yang telah dibantu untuk berubah. Mari kita lihat caranya.



[Catatan Kaki]
Beberapa nama di artikel ini telah diganti.


Sekilas di Balik Jeruji


TERLALU PADAT: Penjara-penjara di Inggris memiliki masalah kepadatan, dan keadaan ini tidaklah mengejutkan! Negeri itu memiliki jumlah narapidana per kapita tertinggi kedua di seluruh Eropa Barat, dengan rasio 125 narapidana untuk setiap 100.000 penduduk. Di Brasil, penjara terbesar di São Paulo dibangun untuk menampung 500 narapidana. Tetapi, yang ditampung 6.000 narapidana. Di Rusia, sel-sel yang seharusnya berisi 28 narapidana digunakan untuk menampung 90 hingga 110 narapidana. Masalahnya begitu parah sampai-sampai para narapidana harus tidur secara bergantian. Di sebuah negeri di Asia, 13 atau 14 narapidana dijejalkan ke sebuah sel berukuran 3 meter persegi. Sementara itu, di Australia Barat, para pejabat mengatasi masalah kurangnya ruangan dengan menggunakan peti kemas bekas untuk menampung para narapidana.

KEKERASAN: Majalah berita Jerman Der Spiegel melaporkan bahwa di penjara-penjara Jerman, para narapidana yang brutal membunuh dan menyiksa karena ”perang antarkelompok yang memperebutkan bisnis gelap minuman keras, narkoba, seks, dan peminjaman uang”. Ketegangan etnik sering kali memicu kekerasan di penjara. ”Para narapidana berasal dari 72 negara,” kata Der Spiegel. ”Pertengkaran dan konflik yang mengarah ke tindak kekerasan tak dapat dihindari.” Di salah satu penjara di Amerika Selatan, para petugas mengatakan bahwa setiap bulan, rata-rata 12 narapidana tewas. Para narapidana mengatakan bahwa jumlahnya dua kali lipat, lapor Financial Times dari London.

PENGANIAYAAN SEKSUAL: Dalam artikel ”Krisis Pemerkosaan di Dalam Penjara”, The New York Times menyatakan bahwa menurut perkiraan kasar, di Amerika Serikat ”lebih dari 290.000 pria diserang secara seksual dalam penjara setiap tahun”. Laporan ini melanjutkan, ”Pengalaman sadis berupa kekerasan seksual biasanya bukan cuma dialami satu kali, sering kali terjadi setiap hari.” Sebuah organisasi memperkirakan bahwa di penjara-penjara AS, sekitar 60.000 tindakan pemaksaan seksual terjadi setiap hari.

KESEHATAN DAN HIGIENE: Penyebaran penyakit menular lewat hubungan seks di antara para tahanan sudah menjadi rahasia umum. Tuberkulosis yang menjangkiti para narapidana di Rusia dan beberapa negeri Afrika menarik perhatian dunia, demikian pula dengan buruknya perawatan medis, higiene, dan nutrisi di banyak penjara di seputar dunia.


Lihat juga artikel yang berhubungan : "Dapatkah Para Pelanggar Hukum Berubah?"


[Sumber : Appeared in Awake! May 8, 2001, copyright 2006 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania. All right reserved.]

Artikel yang Berhubungan



1 comments:

Haruskah Anak Dipenjara? mengatakan...

Semakin mengerikan bila anak-anak kita harus masuk penjara ...

Posting Komentar

Template by : Kendhin x-template.blogspot.com