Custom Search

Pajak - Harga Untuk "Masyarakat yang Beradab"?

Man with tax forms and calculator

Are Your
TAXES
Too High?

Taxes—Price of a "Civilized Society"?


1. Bottle and glass filled with alcohol; 2. Cigarettes In many lands high taxes are placed on tobacco products and alcoholic beverage


Taxes finance many of the services that we might take for granted

1. Firemen; 2. Garbage collectors; 3. Policewoman; 4. Teacher in classroom; 5. Road construction



Pajak—Harga untuk ”Masyarakat yang Beradab”?


”Pajak adalah apa yang kita bayar guna memperoleh masyarakat yang beradab.”—Inskripsi pada gedung Kantor Pelayanan Pajak, Washington, DC.



PEMERINTAH menyatakan bahwa pajak tidak menyenangkan tetapi perlu—harga untuk ”masyarakat yang beradab”. Apakah Anda sependapat dengan opini itu atau tidak, tak dapat disangkal bahwa harga tersebut biasanya tinggi.

Pajak dapat dibagi dalam dua kategori: langsung dan tidak langsung. Pajak penghasilan, pajak perusahaan, dan pajak properti adalah contoh pajak langsung. Dari semua ini, pajak penghasilan mungkin yang paling mengesalkan. Ini khususnya demikian di negeri-negeri yang menetapkan pajak penghasilan progresif—semakin tinggi penghasilan Anda, semakin tinggi pajak yang Anda bayar. Kritikus menyatakan bahwa pajak progresif menghukum kerja keras dan kesuksesan.

OECD Observer, sebuah publikasi Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi, mengingatkan kita bahwa selain pajak yang dibayarkan kepada pemerintah pusat, ”orang yang memperoleh penghasilan mungkin harus membayar pajak penghasilan kepada pemerintah setempat, regional, provinsi atau negara bagian selain kepada pemerintah pusat. Demikianlah yang terjadi di Amerika Serikat, Belgia, Islandia, Jepang, Kanada, Korea, negeri-negeri Skandinavia, Spanyol, dan Swiss”.

Pajak tidak langsung mencakup pajak penjualan, pajak atas minuman keras dan rokok, dan bea masuk. Pajak ini tidak semencolok pajak langsung tetapi masih dapat memberikan pukulan ekonomi yang hebat, terutama di kalangan orang miskin. Dalam majalah India Frontline, penulis Jayali Ghosh menyatakan bahwa ada konsep yang keliru bahwa para wajib pajak dari golongan menengah dan kaya adalah pembayar pajak terbesar di India. Ghosh mengatakan, ”Untuk pemerintah-pemerintah Negara Bagian, jumlah pajak tidak langsung mencapai lebih dari 95 persen total pungutan pajak mereka. . . . Kemungkinan besar orang miskinlah yang sebenarnya membayar bagian yang lebih besar dari penghasilan mereka dalam bentuk pajak, daripada orang kaya.” Pajak yang tinggi atas barang-barang konsumsi massal, seperti sabun dan makanan, tampaknya menciptakan kesenjangan ini.

Apa persisnya yang diperbuat pemerintah dengan semua uang yang mereka kumpulkan?


Cara Uang Itu Digunakan

Memang, pemerintah membutuhkan uang yang sangat banyak untuk mengelola dan menyediakan pelayanan yang diperlukan. Di Prancis, misalnya, 1 dari 4 orang bekerja di sektor pemerintah. Ini mencakup guru, pegawai kantor pos, personel museum dan rumah sakit, polisi, dan pegawai pemerintah lainnya. Pajak dibutuhkan untuk membayar gaji mereka. Pajak juga digunakan untuk jalan, sekolah, serta rumah sakit dan turut membayar pelayanan seperti pengumpulan sampah dan pengiriman pos.

Biaya militer merupakan alasan penting lain untuk memungut pajak. Pajak penghasilan pertama kali dikenakan pada orang-orang Inggris yang kaya untuk membiayai perang melawan Prancis pada tahun 1799. Akan tetapi, selama Perang Dunia II, pemerintah Inggris mulai mengharuskan kaum buruh ikut membayar pajak penghasilan. Dewasa ini, pembiayaan angkatan bersenjata suatu bangsa terus menjadi urusan yang menyedot uang, bahkan pada masa-masa damai. Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm memperkirakan bahwa pembelanjaan militer dunia pada tahun 2000 mencapai sekitar 798 miliar dolar AS.

Rekayasa Sosial

Pajak juga berfungsi sebagai ”rekayasa sosial”—sarana untuk mendukung atau mencegah bentuk perilaku tertentu. Pajak alkohol, contohnya, diharapkan mengurangi minum minuman beralkohol secara berlebihan. Maka, di banyak negeri, pajak meraup sekitar 35 persen harga eceran bir.

Pajak yang berat juga dikenakan pada tembakau. Di Afrika Selatan, pajak meraup 45 hingga 50 persen harga setiap bungkus rokok. Akan tetapi, pemerintah dalam menggiatkan pajak seperti itu mungkin tidak selalu dimotivasi oleh kepedulian yang sejati terhadap warganya. Sebagaimana yang dinyatakan penulis Kenneth Warner dalam majalah Foreign Policy, tembakau adalah ”kekuatan ekonomi yang sangat kuat yang setiap tahun menghasilkan ratusan miliar dolar dari penjualan dan miliaran dolar lagi dari pendapatan pajak”.

Satu contoh rekayasa sosial yang terkenal terjadi pada awal abad ke-20. Badan legislatif AS berikhtiar untuk membatasi pembentukan dinasti-dinasti keluarga kaya. Caranya? Dengan menciptakan pajak warisan. Sewaktu seorang kaya meninggal, pajak meraup sejumlah besar kekayaan yang dikumpulkannya. Para pendukungnya berpendapat bahwa pajak itu ”mengalihkan kekayaan dari jalur keluarga aristokrat ke jalur masyarakat demokratis”. Boleh jadi demikian halnya, tetapi para wajib pajak yang kaya telah mengembangkan sejumlah strategi untuk meredam dampak pajak itu.

Pajak terus digunakan untuk menggalang berbagai isu sosial, seperti lingkungan. The Environmental Magazine melaporkan, ”Sembilan negara Eropa Barat belum lama ini telah mengimplementasikan pengalihan pajak lingkungan, sebagian besar sebagai sarana untuk mengurangi polutan udara.” Pajak penghasilan progresif, yang disebutkan di awal, merupakan upaya rekayasa sosial lainnya; gagasannya adalah untuk mengurangi kesenjangan antara si kaya dan si miskin. Beberapa pemerintah juga memberikan pengurangan pajak kepada orang-orang yang memberikan sumbangan amal atau kepada pasangan suami istri yang punya anak-anak.

Mengapa Begitu Rumit?

Setiap kali suatu pajak baru diusulkan, para legislator mencoba menutup setiap kemungkinan adanya celah hukum pajak. Ingatlah: Uang yang jumlahnya sangat besar sedang dipertaruhkan. Hasilnya? Hukum perpajakan cenderung rumit dan sangat teknis. Suatu artikel di majalah Time menjelaskan bahwa sebagian besar kerumitan dalam hukum perpajakan AS ”timbul sewaktu mendefinisikan penghasilan”, yakni sewaktu menentukan hal apa saja yang bisa dikenai pajak. Kerumitan lebih lanjut timbul karena luar biasa banyaknya peraturan yang ”memungkinkan berbagai pengurangan dan pengecualian”. Akan tetapi, bukan hanya Amerika Serikat yang mempunyai hukum perpajakan yang rumit. Sebuah edisi baru undang-undang perpajakan Kerajaan Inggris disusun ke dalam 9.521 halaman, dibagi menjadi sepuluh jilid buku.

Kantor Penelitian Kebijakan Perpajakan di University of Michigan melaporkan, ”Setiap tahun para wajib pajak AS menghabiskan lebih dari tiga miliar jam untuk mengisi formulir pajak penghasilan mereka. . . . Secara keseluruhan, jumlah waktu dan uang yang digunakan oleh para wajib pajak AS [dalam mengisi formulir pajak] mencapai 100 miliar dolar setiap tahun, atau sekitar 10% pajak yang terkumpul. Sebagian besar biaya kepatuhan ini dikarenakan kerumitan yang luar biasa dari hukum pajak penghasilan.” Reuben, yang disebut di awal artikel pertama serial ini, mengatakan, ”Saya sebelumnya mencoba mempersiapkan formulir pajak saya sendiri, tetapi hal itu sangat memakan waktu, dan saya sering merasa bahwa saya membayar lebih banyak daripada seharusnya. Maka, kini saya membayar seorang akuntan untuk mempersiapkan formulir pajak saya.”—Lihat kotak ”Mematuhi Hukum Perpajakan”, di halaman 8.

Pembayar, Penghindar, dan Penggelap

Kebanyakan orang setidaknya akan dengan berat hati mengakui manfaat yang dihasilkan pajak untuk komunitas mereka. Kepala Pendapatan Dalam Negeri Inggris pernah menjelaskan, ”Tidak seorang pun senang membayar pajak penghasilan, tetapi hampir tidak ada yang berpendapat bahwa keadaan kita akan lebih baik tanpa pajak itu.” Ada yang memperkirakan bahwa tingkat kepatuhan terhadap pajak di Amerika Serikat mencapai 90 persen. Seorang pakar perpajakan mengakui, ”Sebagian besar ketidakpatuhan timbul dari kesulitan dengan hukum dan prosedur, bukan penggelapan yang disengaja.”

Meskipun demikian, banyak orang menemukan cara untuk menghindari pembayaran pajak tertentu. Misalnya, perhatikan apa yang dikatakan sebuah artikel di U.S.News & World Report mengenai pajak perusahaan, ”Banyak firma secara legal mengelak dari membayar sebagian besar kewajiban pajak mereka—dan kadang-kadang semuanya—melalui pengurangan pajak dan manuver akuntansi.” Sewaktu memberikan contoh tentang satu siasat cerdik, artikel itu melanjutkan, ”Sebuah perusahaan AS mendirikan sebuah firma di negeri asing yang tarif pajaknya menguntungkan. Kemudian, perusahaan AS itu dialihkan menjadi cabang perusahaan luar negerinya.” Dengan demikian, perusahaan itu tidak perlu membayar pajak AS—yang bisa setinggi 35 persen—meskipun ”kantor pusatnya mungkin tidak lebih dari sebuah lemari arsip dan kotak surat”.

Kemudian, ada yang terang-terangan menggelapkan pajak. Menurut laporan, penggelapan pajak dipandang sebagai ”permainan nasional” di sebuah negara Eropa. Suatu survei di Amerika Serikat mendapati bahwa hanya 58 persen pria berusia antara 25 dan 29 tahun yang percaya bahwa tidak melaporkan semua penghasilan adalah perbuatan yang salah. Para penggagas survei itu mengakui, ”Laporan itu tidak menyingkapkan bahwa etika dan moralitas masyarakat kita cukup tinggi.” Di Meksiko, penggelapan pajak diperkirakan mencapai sekitar 35 persen.
Namun, secara umum orang mengakui perlunya pajak dan tidak berkeberatan untuk membayar bagian mereka secara jujur. Akan tetapi, kata-kata terkenal dari Tiberius Caesar ada benarnya, ”Seorang gembala yang baik seharusnya memangkas bulu ternaknya, bukan mengulitinya.” Jika Anda merasa diperlakukan sewenang-wenang oleh suatu sistem yang tampak membebani, tidak adil, dan terlalu rumit, bagaimana seharusnya Anda memandang pembayaran pajak?


Pikirkan Sebelum Anda Pindah!

Sistem perpajakan sangat beragam dari satu negeri ke negeri lain. Malah, pajak penghasilan setempat bisa sangat beragam di negeri yang sama. Cocokkah untuk mempertimbangkan pindah ke suatu daerah yang tarif pajaknya lebih rendah? Mungkin, tetapi Anda hendaknya berpikir sebelum pindah.

Contohnya, sebuah artikel di OECD Observer mengingatkan para pembaca bahwa tarif dasar pajak penghasilan bukan satu-satunya yang harus dipertimbangkan. Artikel itu mengatakan, ”Tagihan pajak aktual dari wajib pajak perorangan juga berpengaruh terhadap berbagai pengurangan.” Misalnya, beberapa negeri memiliki tarif pajak penghasilan yang rendah. Tetapi, mereka memberikan ”sangat sedikit kelonggaran atas pengurangan dan pengecualian pajak dasar”. Alhasil, orang itu akhirnya bisa jadi harus membayar lebih banyak di sana daripada di negeri yang tarif pajaknya lebih tinggi tetapi menawarkan lebih banyak pengecualian dan pengurangan pajak.

Di Amerika Serikat, ada yang mempertimbangkan untuk pindah ke negara-negara bagian yang tidak mengenakan pajak penghasilan. Tetapi, apakah ini sudah pasti menyelamatkan uang seseorang? Tidak demikian halnya menurut Kiplinger’s Personal Finance, yang mengatakan, ”Dalam beberapa kasus, penelitian kami memperlihatkan bahwa negara-negara bagian yang tidak memungut pajak penghasilan mengkompensasikannya dengan tarif pajak properti, pajak penjualan, dan pajak kategori lainnya yang lebih tinggi.”


Mematuhi Hukum Perpajakan

Bagi kebanyakan dari kita, membayar pajak adalah suatu urusan yang menekan dan membebani. Oleh karena itu, Sedarlah! meminta beberapa saran praktis dari seorang pakar perpajakan.

”Carilah saran yang masuk akal. Ini sangat penting, karena hukum perpajakan bisa rumit, dan kurangnya pengetahuan tentang hukum itu jarang sekali diterima sebagai alasan yang sah untuk ketidakpatuhan. Kendati seorang wajib pajak mungkin menganggap para petugas pajak sebagai musuh, mereka ini sering kali dapat memberikan petunjuk yang akurat dan sederhana mengenai caranya menangani masalah pajak. Para pegawai perpajakan lebih suka apabila Anda mengisi formulir pajak dengan benar sejak awal. Mereka tidak mau mendakwa Anda karena tidak patuh.

”Jika keuangan Anda rumit, mintalah saran dari seorang akuntan pajak profesional. Tetapi, waspadalah! Meskipun ada banyak akuntan pajak profesional yang peduli terhadap Anda, ada banyak yang tidak seperti itu. Mintalah rekomendasi dari seorang sahabat atau rekan bisnis yang tepercaya, dan selidikilah reputasi akuntan itu.

”Segeralah bertindak. Sanksi atas keterlambatan menyerahkan informasi bisa sangat berat.
”Simpanlah dokumen dengan rapi. Apa pun sistem pembukuan Anda, jagalah agar tetap terkini. Dengan begitu, tidak banyak waktu yang terbuang sewaktu Anda harus mengisi formulir pajak. Posisi Anda juga akan lebih baik ketika dokumen Anda harus diaudit.

”Jujurlah. Anda mungkin tergoda untuk curang atau mungkin sedikit membengkokkan peraturan. Tetapi, para petugas pajak punya banyak cara yang lihai untuk menemukan laporan yang tidak benar. Yang selalu terbaik adalah bersikap jujur.

”Jangan lepas tangan. Jika orang yang Anda bayar untuk mempersiapkan pembayaran pajak Anda melaporkan informasi yang tidak akurat, Andalah yang harus bertanggung jawab. Maka, pastikanlah agar wakil Anda itu bertindak selaras dengan keinginan Anda.”



Sumber :
Watchtower Library 2008 (Bahasa Indonesia)
Appeared in Awake! December 8, 2003
Copyright © 2006 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania. All rights reserved. Website : www.watchtower.org


*) Lihat juga artikel : "Kekesalan Yang Meningkat Terhadap pajak?"

Artikel yang Berhubungan



0 comments:

Posting Komentar

Template by : Kendhin x-template.blogspot.com